Senin, 15 April 2013

Pembukaan Jepang oleh bangsa Asing


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Jepang pernah memberlakukan proteksionisme sampai tahun 1868. Periode ini kita kenal dengan Periode Edo dalam rentang tahun 1600–1868. Dalam periode ini, orang asing dilarang masuk dan orang pribumi sendiri dilarang meninggalkan Jepang.
Dalam masa isolasi ini, justru menjadi masa-masa munculnya kebudayaan asli Jepang: Kabuki, Geisha, dan semacamnya. Dalam masa ini, pengaruh asing (terutama Barat) belum banyak masuk ke Jepang. Baru pada saat Periode Meiji (restorasi Meiji) dalam rentang tahun 1868–1912, Jepang membuka diri terhadap dunia luar dan pengaruh Barat mulai banyak berdatangan.
Pada masa itu, pasukan Amerika yang dipimpin oleh Komodor Matthew Perry datang melalui Tokyo Bay dan misionaris pun mulai tumpah ruah ke Jepang. Mutsushito (Emperor Meiji) yang saat itu berusia 15 tahun dan menjadi pemimpin kemudian mengubah nama Edo yang artinya "Pintu Teluk" menjadi Tokyo yang artinya "Ibukota Timur".
Orang Jepang kemudian menyebut orang asing yang masuk ke Jepang sebagai gaikokujin. Tapi, meskipun setiap orang asing dianggap "gaikokujin", mereka tidaklah sama. Orang Jepang dalam memandang segala sesuatu itu sesuai dengan pemahaman mereka tentang konsep "uchi" dan "soto". "Uchi" merepresentasikan orang dalam; Sedangkan "soto" merepresentasikan orang luar. Dalam setiap "uchi", setiap orang menempati kedudukan sesuai dengan hierarki yang sudah ditetapkan. Paham ini juga digunakan dalam lingkup masyarakat yang lebih luas.
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat disusun beberapa rumusan masalah, antara lain:
  1. Bagaimana interaksi Jepang dengan bangsa barat?
  2. Bagaimana awal pembukaan negara dan jatuhnya Bakufu?
  3. Bagaimana kondisi sosial budaya dan politik?
  4. Apa akibat pembukaan Jepang bagi bangsa barat?
1.3  Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tugas matakliah sejarah Asia Timur 2
2.      Untuk mengetahui sejarah awal pembentukan jepang oleh bangsa asing
3.      Untuk memperdalam pengetahuan tentang sejarah bangsa jepang














BAB 2  PEMBAHASAN

2.1 Interaksi Jepang Dengan Barat
Perkembangan transportasi, teknologi, dan ilmu pengetahuan yang terjadi di dunia pada sekitar abad 15 – 16, mempengaruhi pergerakan ruang gerak manusia. Pada mulanya teknologi transportasi yang masih sederhana berkembang lebih baik sehingga jarak tempuh alat transportasi menjadi lebih jauh. Adaya transportasi dan dukungan dari perkembangan ilmu falak serta pelayaran dengan kompas, mendorong penjelajahan orang-orang dari barat (terutama Eropa) ke balahan bumi lain. Dengan semakin mudahnya transportasi, tentu saja medorong perkembangan bidang-bidang lain, terutama dalam konteks perdagangan, dimana arus distribusi barang menjadi lebih mudah. Maka, era keemasan pelayaran dan perdagangan bangsa Eropa ke belahan bumi lain dimulai. Penjelajahan bangsa Eropa telah sampai ke wilayah Asia. Perdagangan dengan bangsa China membuat pedagang Eropa semakin memperluas jaringan perdagangannya.
Tahap pertama interaksi Jepang dengan bangsa Barat dimulai pada sekitar tahun 1543, dimana kapal pedagang Portugis yang hendak pergi ke China mengalami musibah angin topan sehingga kapal tersebut tenggelam. Namun, awak kapal Portugis itu terdampar di Tanegashima, daerah selatan Kyushu dan diselamatkan oleh penduduk setempat. Walaupun sebenarnya bangsa Barat sudah mengetahui keberadaan Jepang sebelumnya melalui catatan Marcopolo, dengan hadirnya orang Portugis secara tidak sengaja ini bisa dikatakan sebagai titik mula interaksi Barat dan Jepang dimulai.
Senapan kuno milik orang Portugis yang berhasil diselamatkan dari kapal yang karam membuat masyarakat lokal kagum. Kemudian, senjata api ini diperbanyak dan digunakan oleh masyarakat Jepang dalam peperangan. Dalam perkembangannya, hadirnya senjata api ini memberi dampak pada perubahan metode peperangan masyarakat Jepang, dimana pada abad 16 ini Jepang sedang mengalami masa peperangan saudara (Sengoku jidai).
Pedagang Portugis yang terdampar tersebut melanjutkan perjalanan mereka ke tempat tujuan utama di China dan menyebarkan informasi tentang keberadaan Jepang kepada relasi mereka. Sehingga, selang beberapa waktu kemudian pedagang Portugis kembali datang ke Jepang (1549). Perdagangan antar-negara ini berkembang dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan ekonomi, teknologi senjata dan penyebaran agama kristen.
Kapal pertama yang datang membawa tidak hanya pedagang, tetapi juga misionaris Jesuit Francis Xavier. Hal ini dapat dipahami karena pada sisi lain, hubungan dagang biasanya diikuti dengan semakin berkembangnya arus informasi dan pemikiran ala Barat, termasuk di dalamnya pemikiran-pemikiran dogmatis agama kristen. Kedatangan Portugis di Kyushu dapat diterima oleh tiga daimyo Kyushu, karena mereka berpendapat bahwa dengan adanya perdagangan luar negeri dapat menjadi sumber kemakmuran yang dapat digunakan untuk memperkuat kekuatan militer. Selain itu, pendekatan misionaris ini dilakukan dengan pendirian-pendirian rumah sakit, gereja, sekolah, dan rumah yatim piatu yang memberi keuntungan bagi masyarakat, sehingga pengikut ajaran kristen semakin banyak.
Seiring dengan berjalannya waktu keberadaan kristen dan bangsa barat ditekan dan dikecam oleh pemimpin-pemimpin Jepang (termasuk Hideyoshi Toyotomi 1536 – 1598). Puncaknya adalah pada masa kepemimpinan Tokugawa Ieyasu yang membuat perintah larangan yang sangat keras terhadap masuknya agama kristen (1612). Dilanjutkan dengan peraturan pelarangan orang Jepang ke luar negeri (1635). Kemudian, pada tahun 1639 dibuat peraturan pengetatan pengawasan dagang dengan negara lain. Kebijakan isolasi ini disebut sebagai Politik Isolasi / Sakoku.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk membendung pengaruh Barat masuk ke Jepang, terutama penyebaran agama kristen, yang dianggap membahayakan keutuhan Jepang. Selain itu, terdapat pertentangan pemikiran dimana ajaran konfusianisme Jepang mengutamakan golongan bushi sebagai golongan tertinggi, sedangkan dalam ajaran kristen bersifat lebih universal. Politik sakoku juga dimaksudkan untuk membentuk dan mempertahankan identitas Jepang dengan meminimalisir pengaruh dari luar dimana sakoku dalam konteks sejarah Asia Timur Laut secara keseluruhan, juga dianggap sebagai representasi dari kebijakan luar negeri yang konstruktif, yang diterapkan oleh Jepang sebagai bentuk usaha untuk bebas dari kontrol China (baik dari sisi budaya, politik, ekonomi, dll).
Dengan diterapkannya politik sakoku ini, tidak berarti hubungan Jepang dengan negara luar benar-benar tertutup. Jepang membuka satu pintu khusus perdagangan dengan asing di Dejima, Nagasaki. Negara-negara asing yang masih diperbolehkan menjalin hubungan dagang dengan Jepang antara lain adalah China (Ming & Ch’ing dynasty), Korea (Yi dynasty), Ryukyu (Chuzan dynasty) dan Belanda (East India Company). 
Pada periode ini, interaksi dengan Barat masa sakoku lebih sering dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui hubungan dagang dengan pedagang Belanda dan penyebaran informasi lewat buku-buku Barat yang masuk ke Jepang.
Tentu saja ada dampak positif dan negatif dari politik sakoku ini. Sisi positifnya adalah bahwa politik sakoku ini berhasil membangun Jepang dengan identitas masyarakat feodal yang kuat, dan kebudayaan Jepang mengalami proses kematangan pada masa ini, dimana kebudayaan tersebut berhasil memberi ciri khas terhadap identitas nasional. Dampak negatifnya adalah Jepang jadi banyak tertinggal dari negara barat dalam hal bidang industrialisasi.
2.3  Kondisi Sosial Budaya dan Politik
a.       Sosial Budaya
Dalam masa isolasi ini, budaya-budaya asli Jepang mulai bangkit: Kabuki, Geisha, dan sebagainya. Pengajaran Bakufu membuat rasa cinta yang tinggi terhadap budaya Jepang. Kesusastraan dibina kembali. Kebangkitan ini terjadi pula pada kepercayaan asli mereka, Shinto.
Sejak abad ke-16, pengaruh Eropa menonjol, disusul dengan pengaruh Amerika Serikat yang mendominasi Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II. Jepang turut mengembangkan budaya yang original dan unik, dalam seni (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar, persembahan (boneka bunraku, tarian tradisional, kabuki, noh, rakugo), dan tradisi (permainan Jepang, onsen, sento, upacara minum teh, taman Jepang), serta makanan Jepang.
b.      Politik
Dengan adanya perlawanan gigih dari orang-orang Kristen menimbulkan rasa curiga di pihak Shogun terhadap semua perdagangan asing. Hal ini membuat Keluarga Shogun Tokugawa menjalankan politik isolasi terhadap dunia luar. Pada awalnya bangsa Spanyol an Portugis diijinkan untuk melakukan perdagangan. Tetapi lama-kelamaan bangsa-bangsa tersebut dicurigai membantu kaum Kristen yang memberontak. Maka, ada tahun 1640 Jepang melakukan politik isolasi dengan menutup diri terhadap dunia luar. Kaisar mengambil langkah untuk tidak berhubungan dengan negara asing, kecuali dengan Pedagang-Pedagang Belanda yang dinilai menguntungkan. Itu pun hanya dilakukan di satu tempat, yaitu di Pulau Dejima, Nagasaki.
Politik Isolasi ini bertahan lebih dari 200 tahun sampai pada tahun 1853, Komodor Perry dari angkatan laut Amerika Serikat dengan 4 buah kapalnya memaksa Jepang untuk membuka diri kembali terhadap dunia luar.

2.3 Pembukaan Negara Dan Jatuhnya Bakufu
Sementara Jepang tenggelam dalam tidurnya yang panjang dalam keterasingan, solusi bentuk negara modern dan persatuan nasional sedang berlangsung di bagian Barat dunia. Lebih dari itu, perkembangan kapitalisme mengakibatkan solusi industri yang menyebabkan bangsa Barat melihat ke luar negeri untuk mencari pasaran bagi hasil industrinya dan untuk sumber-sumber bahan baku baru. Dengan cara ini tangan dunia Barat mulai merentang ke Jepang.
Bangsa pertama yang mengetuk pintu Jepang ialah Rusia. Pada tahun 1792 Rusia yang telah meluaskan wilayahnya hingga ke Siberia, mengirim seorang utusannya, Adam Laxmann, ke Nemuro di Hokkaido untuk memulangkan awak kapal Jepang yang kandas di Rusia, dan untuk mengajukan nota resmi yang memohon dibukanya hubungan perdagangan antara kedua negara itu. Bakufu memberitahu utusan ini tentang kebijaksanaan pengasingan Jepang, mengatakan bahwa pembicaraan lebih lanjut harus dilakukan di Nagasaki, dan memintanya supaya pulang kembali. Setelah itu Rusia mengirim utusan ke Nagasaki, tetapi utusan ini pun diusir oleh penguasa Jepang, yang menyebabkan Rusia kemudian menggunakan kekuatan militernya untuk menyerang wilayah bagian utara Jepang. Karena itu Bakufu meletakkan Hokkaido langsung dibawah pengawasannya dan memperkuat pertahanan disana. Sementara itu seorang tentara bayaran Bakufu bernama Kondo Juso menjelajahi daerah Kuriles, dan Mamiya Rinzo membuat survai atas Karafuto (Sakhalin) dan memastikan bahwa apa yang selama ini dianggap bagian dari benua sebenarnya merupakan pulau-pulau tersendiri.
Pada tahun 1846 Amerika (Commodore Biddle) mencoba membuka perdagangan dengan Jepang, tetapi gagal.
Pada tahun 1853, Commodore Perry, komandan dari Squadron Hindia Timur dari Amerika Serikat masuk dengan 4 buah kapal perang di Teluk Yedo (Yokohama) membawa surat dari Presiden Amerika yang ingin membuka hubungan dagang dengan Jepang dan agar Jepang membuka pelabuhannya untuk bangsa asing. Bakufu memohon pertimbangan dari istana dan dari istana dan para damiyo mengenai cara membalas surat itu. Terjadi perselisihan paham antara mereka yang mendukung dibukanya negara dan mereka yang menuntut supaya orang-orang “biadab” ini diusir. Tetapi ketika Perry kembali dengan kapal-kapal perangnya pada tahun berikutnya mengancam untuk minta jawaban, Bakufu menyerah dan perjanjian persahabatan antara Jepang dan Amerika Serikat ditandatangani. Perjanjian itu mengatur bahwa dua pelabuhan Shimoda dan Hakodate akan dibuka bagi kapal-kapal Amerika untuk memberi persediaan bahan bakar, air dan makanan. Jepang dibuka oleh Commodore Perry melalui Perjanjian Shimoda pada 30 Maret 1854, sebab-sebabnya adalah:
1.      Pemerintahan Bakufu berpegang pada politik isolasi, karena takut bahwa dengan masuknya perdagangan-perdagangan asing itu akan ikut masuk juga imperialisme asing
2.      Pada tahun 1842, Tiongkok telah dibuka untuk bangsa asing oleh Inggris (Perang Candu, treaty ports) kemudian Tiongkok habis dibagi dalam daerah-daerah pengaruh antara Inggris, Perancis, Rusia. Setelah Tiongkok habis terbagi, tinggal Jepang saja yang belum disinggung-singgung
3.      Amerika Serikat membutuhkan tempat istirahat, ditengah jalan perjalanan antara pantai barat Amerika (pada waktu itu mulai berkembang karena ekspansi Amerika ke Barat) dan Tiongkok. Dan kebetulan Jepang itu tidak hanya merupakan tempat peristirahatan yang baik saja, tetapi juga mengandung kemungkinan-kemungkinan perdagangan (teh, sutera) yang sangat menguntungkan.
4.      Kepulauan Jepang merupakan batu loncatan ke Tiongkok yang baik

Dengan diadakannya perjanjian ini, selepasnya muncul perjanjian-perjanjian yang serupa, dengan Inggris, Rusia dan Belanda. Dengan demikian, terbukalah pintu Jepang lebar-lebar untuk bangsa asing. Jepang sekali lagi dibuka setelah pengasingan yang berlangsung sepanjang dua abad, dan berakhirlah politik isolasinya.
Menyusul perjanjian persahabatan tersebut, Amerika Serikat mendorong Bakufu untuk mengadakan perjanjian dagang, tetapi istana tidak mengizinkan. Menteri Bakufu Li Naosuke tidak mengindahkan penolakan dari istana dan menandatangani perjanjian dan pada tahun, 1858 perjnjian dagang dan persahabatan ditandatangani antara Jepang dan Amerika Serikat. Perjanjian kurang adil: disamping Shimoda dan Hakodate, empat pelabuhan lain yaitu Kanagawa, Nagasaki, Niigata dan Hyogo serta kota Edo dan Osaka terbuka buat perdagangan: diakui pula hak menetap bagi warga negara Amerika penempatan seorang menteri dan konsul, serta hak estrateritorial buat warga negara Amerika: dan kedua negara itu juga mengadakan perjanjian tentang pabean. Dalam beberapa tahun berikutnya penjanjian serupa diadakan dengan Belanda, Rusia, Inggris dan Prancis. Penandatanganan perjanjian oleh Bakufu tanpa izin, kaisar menyebabkan kekesalan yang meluas dan gerakan anti-Bakufu semakin gencar.
Li Naosuke mengambil tindakan represif yang keras melawan oposisi dan bnyak orang yang setia kepada kaisar dibunuhnya. Kebencian terhadap Ii sendiri memuncak dan pada akhirya ialah dibunuh oleh semurai tak bertuan dari clan Sat suma dan Mito. Pada saat yang sama pembukaan hubungan dagang dengan negara asing sangat mengacaukan perekonomian Jepang. Pembelian barang-barang ekspor dalam jumlah besar menyebababkan tidak keseimbangan dalam permintaan dan persediaan yang mengakibatkan kenaikan harga. Lebih dari itu, nilai emas dan perak sangat berbeda jika dibandingkan dengan nilai di negara lain, pedang asing memebawa perak untuk membeli mata uang mas Jepang, sehingga emas mengalir keluar Jepang dalam Jumlah besar. Karenanya bakufu mengedarkan mata uang mas dengan mutu lebih rendah yang menyebabkan harga semakin melonjak.
            Setelaah mawatnya Ii Nausuke bakufu berusaha mengendalikan krisis melalui kerja sama dengan isatana, tetapi kekuasaannya beransur-ansur menurun. Sementara itu perasaan anti orang asing menjadi lebih runcing. Clan Choshou menembak kapal asing yang memalui selat Shimonsheki dan sebagai pembalasan, tempat pertahanannya sendiri diduduki, sementara Clan Satsuma diserang di pasukan Inggris di Kagoshima. Clan yang kuat ini cepat menyadari bahwa “mengusir orang biadab” sebenarnya mustahil, tetapi terus bersihkeras dalam usaha pengusiran sebagai cara untuk mempersulit kedudukan bakufu.
Clan Chosou pada mulanya menyerukan kesetiaan pada kaisar dan pengusiran orang-orang asing, sementara clan Satsuma menyerukan kerja sama antara istana dan bakufu. Tidak lama kemudian praksinya meyerukan dijatuhkannya bakufu berkuasa dikedua clan tersebut, dan pada tahun 1866 kdua clan menandatangi perjanjian aliensi rahasia. Di istana, Iwakura Tamomi dan bangsawan berpangkat rendah lainnya, berusaha mengeluarkan perintah rahasia dari kaisar untuk menjantuhkan bakufu ketangan clan Satsuma dan Chosou. Tetapi pada hari itu Shogun ke 15, Yoshinobu atas kehendaknya sendiri mengusulkan pengembalian tampuh pemerintahan kepada istana. Ia melakukan ini sebagai hasil peringatan yang disampaikan oleh penguasa clan tosa kepada bakufu yang menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk menghindari campur tangan asing dan untuk memelihara kemerdekaan Jepang, ialah dengan mengembalikan pemerintahan langsung oleh kaisar secara damai. Istana menerima petisi Yosinogu dan mengeluarkan pemerintah yang menyatakan pemulihan pemerintahan kasiar di tangan kaisar Meiji ( tahun 1868).


2.4 Akibat Pembukaan Jepang Bagi Bangsa Asing:
1.      Meluapnya perasaan anti Shogun. Shogun dianggap lemah dan menjual tanah airnya kepada bangsa asing.
2.      Memperkuat gerakan pro-Tenno. Komei Tenno yang menolak untuk menandatangi perjanjian Shimoda dianggapnya ornag kuat. Shogun harus mengembalikan kekuasaannya kepada Tenno.
3.      Pemberontokan Shatsuma dan Choshu (1863).
Keluarga Satsuma dan Choshu adalah Emuarga yang paling anti shogun. Tindakan shogun itu (membuka Jepang) ianggapnya sebagai penghinaan. Karena itu mereka membunuh bangsa-bangsa asing dan menyerang angkatan laut Amerika Serikat  di pelabuhan Shimonoseki. Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Belanda kemudian menyerang dan menduduki Shimonoseki. Satsuma dan Choshu menyerah dan insyaflah mereka, bahwa asing tidak dapat tilak dengan senjata Jepang yang masih jauh terbelakang terhadap barat itu.
4.      Meiji-Restorasi (pengembalian kekuasaan Tenno kepada Meiji Tenno).

Setelah tahu bahwa bangsa barat tidak mungkin ditolak dengan kekuataan senjata, maka Jepang memilih jalan yang sangat bijaksana untuk menghindarkan diri dari penajajahan bangsa barat. Mereka membuka tanahnya lebar-lebar sambil belajar giat cara-cara barat untuk membangun negra.


























BAB 3 PENUTUP

3.1  Kesimpulan
1.             Interaksi Jepang dengan bangsa Barat dimulai pada sekitar tahun 1543, dimana kapal pedagang Portugis yang hendak pergi ke China mengalami musibah angin topan sehingga kapal tersebut tenggelam. Namun, awak kapal Portugis itu terdampar di Tanegashima, daerah selatan Kyushu dan diselamatkan oleh penduduk setempat. Walaupun sebenarnya bangsa Barat sudah mengetahui keberadaan Jepang sebelumnya melalui catatan Marcopolo, dengan hadirnya orang Portugis secara tidak sengaja ini bisa dikatakan sebagai titik mula interaksi Barat dan Jepang dimulai.
        Seiring dengan berjalannya waktu keberadaan kristen dan bangsa barat ditekan dan dikecam oleh pemimpin-pemimpin Jepang (termasuk Hideyoshi Toyotomi 1536 – 1598). Puncaknya adalah pada masa kepemimpinan Tokugawa Ieyasu yang membuat perintah larangan yang sangat keras terhadap masuknya agama kristen (1612). Dilanjutkan dengan peraturan pelarangan orang Jepang ke luar negeri (1635). Kemudian, pada tahun 1639 dibuat peraturan pengetatan pengawasan dagang dengan negara lain. Kebijakan isolasi ini disebut sebagai Politik Isolasi / Sakoku.
2.             Pada tahun 1846 Amerika (Commodore Biddle) mencoba membuka perdagangan dengan Jepang, tetapi gagal.
       Pada tahun 1853, Commodore Perry, komandan dari Squadron Hindia Timur dari Amerika Serikat masuk dengan 4 buah kapal perang di Teluk Yedo (Yokohama) membawa surat dari Presiden Amerika yang ingin membuka hubungan dagang dengan Jepang dan agar Jepang membuka pelabuhannya untuk bangsa asing. Bakufu memohon pertimbangan dari istana dan dari istana dan para damiyo mengenai cara membalas surat itu. Terjadi perselisihan paham antara mereka yang mendukung dibukanya negara dan mereka yang menuntut supaya orang-orang “biadab” ini diusir. Tetapi ketika Perry kembali dengan kapal-kapal perangnya pada tahun berikutnya mengancam untuk minta jawaban, Bakufu menyerah dan perjanjian persahabatan antara Jepang dan Amerika Serikat ditandatangani.
3.      Akibat Pembukaan Jepang Bagi Bangsa Asing:
a.       Meluapnya perasaan anti Shogun.
b.      Memperkuat gerakan pro-Tenno.
c.       Pemberontokan Shatsuma dan Choshu (1863).
d.      Meiji-Restorasi (pengembalian kekuasaan Tenno kepada Meiji Tenno).



           













DAFTAR PUSTAKA

Sakamoto, Tako (terj. Sylvia Tiwon). 1992. Jepang Dulu dan Sekarang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Totman, Conrad. From Sakoku to Kaikoku. 1980. The Transformation of Foreign-Policy Attitudes, 1853-1868. Monumenta Nipponica, Vol. 35, No. 1 (Spring), pp. 1-19. Sophia University; Japan. http://www.jstor.org/stable/2384397 (diakses tanggal 11/09/2008)
Kazui, Tashiro and Videen, Susan Downing. 1982. Foreign Relations during the Edo Period: Sakoku Reexamined. Journal of Japanese Studies, Vol. 8, No. 2 pp. 283-306. The Society for Japanese Studies; Japan. http://www.jstor.org/stable/132341 (diakses tanggal 11/09/2008)
Surajaya, I Ketut. 1996. Pengantar Sejarah Jepang I. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Sansom, George. 1974. A History of Japan: Volume 2 (1334-1615). Tokyo: Tuttle Publishing Japan.
Soebantardjo. 1958. Sari Sedjarah jilid 1. Yogyakarta: Bopkri
id.wikipedia.org