BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Jepang pernah memberlakukan proteksionisme sampai
tahun 1868. Periode ini kita kenal dengan Periode Edo dalam rentang tahun
1600–1868. Dalam periode ini, orang asing dilarang masuk dan orang pribumi
sendiri dilarang meninggalkan Jepang.
Dalam masa isolasi ini, justru menjadi masa-masa
munculnya kebudayaan asli Jepang: Kabuki, Geisha, dan semacamnya. Dalam masa
ini, pengaruh asing (terutama Barat) belum banyak masuk ke Jepang. Baru pada
saat Periode Meiji (restorasi Meiji) dalam rentang tahun 1868–1912, Jepang
membuka diri terhadap dunia luar dan pengaruh Barat mulai banyak berdatangan.
Pada masa itu, pasukan Amerika yang dipimpin oleh
Komodor Matthew Perry datang melalui Tokyo Bay dan misionaris pun mulai tumpah
ruah ke Jepang. Mutsushito (Emperor Meiji) yang saat itu berusia 15 tahun dan
menjadi pemimpin kemudian mengubah nama Edo yang artinya "Pintu
Teluk" menjadi Tokyo yang artinya "Ibukota Timur".
Orang Jepang kemudian menyebut orang asing yang masuk
ke Jepang sebagai gaikokujin. Tapi, meskipun setiap orang asing dianggap "gaikokujin",
mereka tidaklah sama. Orang Jepang dalam memandang segala sesuatu itu sesuai
dengan pemahaman mereka tentang konsep "uchi" dan "soto".
"Uchi" merepresentasikan
orang dalam; Sedangkan "soto" merepresentasikan orang luar.
Dalam setiap "uchi", setiap orang menempati kedudukan sesuai
dengan hierarki yang sudah ditetapkan. Paham ini juga digunakan dalam lingkup
masyarakat yang lebih luas.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat disusun beberapa
rumusan masalah, antara lain:
- Bagaimana interaksi Jepang dengan bangsa barat?
- Bagaimana awal pembukaan negara dan jatuhnya Bakufu?
- Bagaimana kondisi sosial budaya dan politik?
- Apa akibat pembukaan Jepang bagi bangsa barat?
1.3 Tujuan
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai tugas matakliah sejarah Asia Timur 2
2.
Untuk mengetahui sejarah awal pembentukan jepang oleh
bangsa asing
3.
Untuk memperdalam pengetahuan tentang sejarah bangsa
jepang
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Interaksi Jepang Dengan Barat
Perkembangan transportasi, teknologi, dan ilmu pengetahuan yang terjadi di
dunia pada sekitar abad 15 – 16, mempengaruhi pergerakan ruang gerak manusia.
Pada mulanya teknologi transportasi yang masih sederhana berkembang lebih baik
sehingga jarak tempuh alat transportasi menjadi lebih jauh. Adaya transportasi
dan dukungan dari perkembangan ilmu falak serta pelayaran dengan kompas,
mendorong penjelajahan orang-orang dari barat (terutama Eropa) ke balahan bumi
lain. Dengan semakin mudahnya transportasi, tentu saja medorong perkembangan
bidang-bidang lain, terutama dalam konteks perdagangan, dimana arus distribusi
barang menjadi lebih mudah. Maka, era keemasan pelayaran dan perdagangan bangsa
Eropa ke belahan bumi lain dimulai. Penjelajahan
bangsa Eropa telah sampai ke wilayah Asia. Perdagangan dengan bangsa China
membuat pedagang Eropa semakin memperluas jaringan perdagangannya.
Tahap pertama interaksi Jepang dengan bangsa Barat dimulai pada sekitar
tahun 1543, dimana kapal pedagang Portugis yang hendak pergi ke China mengalami
musibah angin topan sehingga kapal tersebut tenggelam. Namun, awak kapal
Portugis itu terdampar di Tanegashima, daerah selatan Kyushu dan diselamatkan
oleh penduduk setempat. Walaupun sebenarnya bangsa Barat sudah mengetahui
keberadaan Jepang sebelumnya melalui catatan Marcopolo, dengan hadirnya orang
Portugis secara tidak sengaja ini bisa dikatakan sebagai titik mula interaksi
Barat dan Jepang dimulai.
Senapan kuno milik orang Portugis yang berhasil diselamatkan dari kapal
yang karam membuat masyarakat lokal kagum. Kemudian, senjata api ini
diperbanyak dan digunakan oleh masyarakat Jepang dalam peperangan. Dalam
perkembangannya, hadirnya senjata api ini memberi dampak pada perubahan metode
peperangan masyarakat Jepang, dimana pada abad 16 ini Jepang sedang mengalami
masa peperangan saudara (Sengoku jidai).
Pedagang Portugis yang terdampar tersebut melanjutkan perjalanan mereka ke
tempat tujuan utama di China dan menyebarkan informasi tentang keberadaan
Jepang kepada relasi mereka. Sehingga, selang beberapa waktu kemudian pedagang
Portugis kembali datang ke Jepang (1549). Perdagangan antar-negara ini berkembang dan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan ekonomi, teknologi senjata dan penyebaran agama kristen.
Kapal pertama yang datang membawa tidak hanya pedagang, tetapi juga
misionaris Jesuit Francis Xavier. Hal ini dapat dipahami karena pada sisi lain,
hubungan dagang biasanya diikuti dengan semakin berkembangnya arus informasi
dan pemikiran ala Barat, termasuk di dalamnya pemikiran-pemikiran dogmatis
agama kristen. Kedatangan Portugis di Kyushu dapat diterima oleh tiga daimyo
Kyushu, karena mereka berpendapat bahwa dengan adanya perdagangan luar negeri
dapat menjadi sumber kemakmuran yang dapat digunakan untuk memperkuat kekuatan
militer. Selain itu, pendekatan misionaris ini dilakukan dengan
pendirian-pendirian rumah sakit, gereja, sekolah, dan rumah yatim piatu yang
memberi keuntungan bagi masyarakat, sehingga pengikut ajaran kristen semakin
banyak.
Seiring dengan berjalannya waktu keberadaan kristen dan bangsa barat
ditekan dan dikecam oleh pemimpin-pemimpin Jepang (termasuk Hideyoshi Toyotomi
1536 – 1598). Puncaknya adalah pada masa kepemimpinan Tokugawa Ieyasu yang
membuat perintah larangan yang sangat keras terhadap masuknya agama kristen
(1612). Dilanjutkan dengan peraturan pelarangan orang Jepang ke luar negeri
(1635). Kemudian, pada tahun 1639 dibuat peraturan pengetatan pengawasan dagang
dengan negara lain. Kebijakan isolasi ini disebut sebagai Politik Isolasi /
Sakoku.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk membendung pengaruh Barat masuk ke Jepang,
terutama penyebaran agama kristen, yang dianggap membahayakan keutuhan Jepang.
Selain itu, terdapat pertentangan pemikiran dimana ajaran konfusianisme Jepang
mengutamakan golongan bushi sebagai golongan tertinggi, sedangkan dalam ajaran
kristen bersifat lebih universal. Politik sakoku juga dimaksudkan untuk
membentuk dan mempertahankan identitas Jepang dengan meminimalisir pengaruh
dari luar dimana sakoku dalam konteks sejarah Asia Timur Laut secara
keseluruhan, juga dianggap sebagai representasi dari kebijakan luar negeri yang
konstruktif, yang diterapkan oleh Jepang sebagai bentuk usaha untuk bebas dari
kontrol China (baik dari sisi budaya, politik, ekonomi, dll).
Dengan diterapkannya politik sakoku ini, tidak berarti hubungan Jepang
dengan negara luar benar-benar tertutup. Jepang membuka satu pintu khusus
perdagangan dengan asing di Dejima, Nagasaki. Negara-negara asing yang masih
diperbolehkan menjalin hubungan dagang dengan Jepang antara lain adalah China (Ming
& Ch’ing dynasty), Korea (Yi dynasty), Ryukyu (Chuzan dynasty)
dan Belanda (East India Company).
Pada periode ini, interaksi dengan Barat masa sakoku lebih sering dilakukan
secara tidak langsung yaitu melalui hubungan dagang dengan pedagang Belanda dan
penyebaran informasi lewat buku-buku Barat yang masuk ke Jepang.
Tentu saja ada dampak positif dan negatif dari politik sakoku ini. Sisi
positifnya adalah bahwa politik sakoku ini berhasil membangun Jepang dengan
identitas masyarakat feodal yang kuat, dan kebudayaan Jepang mengalami proses
kematangan pada masa ini, dimana kebudayaan tersebut berhasil memberi ciri khas terhadap identitas nasional. Dampak negatifnya
adalah Jepang jadi banyak tertinggal dari negara barat dalam hal bidang
industrialisasi.
2.3
Kondisi Sosial Budaya dan Politik
a.
Sosial Budaya
Dalam masa isolasi ini, budaya-budaya
asli Jepang mulai bangkit: Kabuki, Geisha, dan sebagainya. Pengajaran Bakufu
membuat rasa cinta yang tinggi terhadap budaya Jepang. Kesusastraan dibina
kembali. Kebangkitan ini terjadi pula pada kepercayaan asli mereka, Shinto.
Sejak
abad ke-16, pengaruh Eropa menonjol, disusul dengan pengaruh Amerika Serikat yang mendominasi Jepang setelah
berakhirnya Perang Dunia II. Jepang turut mengembangkan budaya
yang original dan unik, dalam seni (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan
tangan
(pahatan, tembikar, persembahan (boneka bunraku, tarian tradisional, kabuki, noh, rakugo), dan tradisi (permainan Jepang, onsen, sento, upacara minum teh, taman Jepang), serta makanan Jepang.
b.
Politik
Dengan adanya perlawanan gigih dari
orang-orang Kristen menimbulkan rasa curiga di pihak Shogun terhadap semua
perdagangan asing. Hal ini membuat Keluarga Shogun Tokugawa menjalankan politik
isolasi terhadap dunia luar. Pada awalnya bangsa Spanyol an Portugis diijinkan
untuk melakukan perdagangan. Tetapi lama-kelamaan bangsa-bangsa tersebut
dicurigai membantu kaum Kristen yang memberontak. Maka, ada tahun 1640 Jepang
melakukan politik isolasi dengan menutup diri terhadap dunia luar. Kaisar
mengambil langkah untuk tidak berhubungan dengan negara asing, kecuali dengan
Pedagang-Pedagang Belanda yang dinilai menguntungkan. Itu pun hanya dilakukan
di satu tempat, yaitu di Pulau Dejima, Nagasaki.
Politik Isolasi ini bertahan lebih dari
200 tahun sampai pada tahun 1853, Komodor Perry dari angkatan laut Amerika
Serikat dengan 4 buah kapalnya memaksa Jepang untuk membuka diri kembali
terhadap dunia luar.
2.3 Pembukaan
Negara Dan Jatuhnya Bakufu
Sementara Jepang tenggelam dalam
tidurnya yang panjang dalam keterasingan, solusi bentuk negara modern dan
persatuan nasional sedang berlangsung di bagian Barat dunia. Lebih dari itu,
perkembangan kapitalisme mengakibatkan solusi industri yang menyebabkan bangsa
Barat melihat ke luar negeri untuk mencari pasaran bagi hasil industrinya dan
untuk sumber-sumber bahan baku baru. Dengan cara ini tangan dunia Barat mulai
merentang ke Jepang.
Bangsa pertama yang mengetuk pintu Jepang ialah
Rusia. Pada tahun 1792 Rusia yang telah meluaskan wilayahnya hingga ke Siberia,
mengirim seorang utusannya, Adam Laxmann, ke Nemuro di Hokkaido untuk memulangkan
awak kapal Jepang yang kandas di Rusia, dan untuk mengajukan nota resmi yang
memohon dibukanya hubungan perdagangan antara kedua negara itu. Bakufu
memberitahu utusan ini tentang kebijaksanaan pengasingan Jepang, mengatakan
bahwa pembicaraan lebih lanjut harus dilakukan di Nagasaki, dan memintanya
supaya pulang kembali. Setelah itu Rusia mengirim utusan ke Nagasaki, tetapi
utusan ini pun diusir oleh penguasa Jepang, yang menyebabkan Rusia kemudian
menggunakan kekuatan militernya untuk menyerang wilayah bagian utara Jepang.
Karena itu Bakufu meletakkan Hokkaido langsung dibawah pengawasannya dan
memperkuat pertahanan disana. Sementara itu seorang tentara bayaran Bakufu
bernama Kondo Juso menjelajahi daerah Kuriles, dan Mamiya Rinzo membuat survai atas
Karafuto (Sakhalin) dan memastikan bahwa apa yang selama ini dianggap bagian
dari benua sebenarnya merupakan pulau-pulau tersendiri.
Pada tahun 1846 Amerika (Commodore
Biddle) mencoba membuka perdagangan dengan Jepang, tetapi gagal.
Pada tahun 1853, Commodore Perry, komandan
dari Squadron Hindia Timur dari Amerika Serikat masuk dengan 4 buah kapal
perang di Teluk Yedo (Yokohama) membawa surat dari Presiden Amerika yang ingin
membuka hubungan dagang dengan Jepang dan agar Jepang membuka pelabuhannya untuk
bangsa asing. Bakufu memohon pertimbangan dari istana dan dari istana dan para
damiyo mengenai cara membalas surat itu. Terjadi perselisihan paham antara
mereka yang mendukung dibukanya negara dan mereka yang menuntut supaya
orang-orang “biadab” ini diusir. Tetapi ketika Perry kembali dengan kapal-kapal
perangnya pada tahun berikutnya mengancam untuk minta jawaban, Bakufu menyerah
dan perjanjian persahabatan antara Jepang dan Amerika Serikat ditandatangani.
Perjanjian itu mengatur bahwa dua pelabuhan Shimoda dan Hakodate akan dibuka
bagi kapal-kapal Amerika untuk memberi persediaan bahan bakar, air dan makanan.
Jepang dibuka oleh Commodore Perry melalui Perjanjian Shimoda pada 30 Maret
1854, sebab-sebabnya adalah:
1.
Pemerintahan
Bakufu berpegang pada politik isolasi, karena takut bahwa dengan masuknya
perdagangan-perdagangan asing itu akan ikut masuk juga imperialisme asing
2.
Pada tahun 1842,
Tiongkok telah dibuka untuk bangsa asing oleh Inggris (Perang Candu, treaty
ports) kemudian Tiongkok habis dibagi dalam daerah-daerah pengaruh antara
Inggris, Perancis, Rusia. Setelah Tiongkok habis terbagi, tinggal Jepang saja
yang belum disinggung-singgung
3.
Amerika Serikat
membutuhkan tempat istirahat, ditengah jalan perjalanan antara pantai barat
Amerika (pada waktu itu mulai berkembang karena ekspansi Amerika ke Barat) dan
Tiongkok. Dan kebetulan Jepang itu tidak hanya merupakan tempat peristirahatan
yang baik saja, tetapi juga mengandung kemungkinan-kemungkinan perdagangan
(teh, sutera) yang sangat menguntungkan.
4.
Kepulauan Jepang
merupakan batu loncatan ke Tiongkok yang baik
Dengan diadakannya perjanjian ini,
selepasnya muncul perjanjian-perjanjian yang serupa, dengan Inggris, Rusia dan
Belanda. Dengan demikian, terbukalah pintu Jepang lebar-lebar untuk bangsa
asing. Jepang sekali lagi dibuka setelah pengasingan yang berlangsung sepanjang
dua abad, dan berakhirlah politik isolasinya.
Menyusul perjanjian persahabatan
tersebut, Amerika Serikat mendorong Bakufu untuk mengadakan perjanjian dagang,
tetapi istana tidak mengizinkan. Menteri Bakufu Li Naosuke tidak mengindahkan
penolakan dari istana dan menandatangani perjanjian dan pada tahun, 1858
perjnjian dagang dan persahabatan ditandatangani antara Jepang dan Amerika
Serikat. Perjanjian kurang adil: disamping Shimoda dan Hakodate, empat
pelabuhan lain yaitu Kanagawa, Nagasaki, Niigata dan Hyogo serta kota Edo dan
Osaka terbuka buat perdagangan: diakui pula hak menetap bagi warga negara
Amerika penempatan seorang menteri dan konsul, serta hak estrateritorial buat
warga negara Amerika: dan kedua negara itu juga mengadakan perjanjian tentang
pabean. Dalam beberapa tahun berikutnya penjanjian serupa diadakan dengan
Belanda, Rusia, Inggris dan Prancis. Penandatanganan perjanjian oleh Bakufu
tanpa izin, kaisar menyebabkan kekesalan yang meluas dan gerakan anti-Bakufu
semakin gencar.
Li Naosuke mengambil tindakan represif yang keras
melawan oposisi dan bnyak orang yang setia kepada kaisar dibunuhnya. Kebencian
terhadap Ii sendiri memuncak dan pada akhirya ialah dibunuh oleh semurai tak
bertuan dari clan Sat suma dan Mito. Pada saat yang sama pembukaan hubungan
dagang dengan negara asing sangat mengacaukan perekonomian Jepang. Pembelian
barang-barang ekspor dalam jumlah besar menyebababkan tidak keseimbangan dalam
permintaan dan persediaan yang mengakibatkan kenaikan harga. Lebih dari itu,
nilai emas dan perak sangat berbeda jika dibandingkan dengan nilai di negara
lain, pedang asing memebawa perak untuk membeli mata uang mas Jepang, sehingga
emas mengalir keluar Jepang dalam Jumlah besar. Karenanya bakufu mengedarkan
mata uang mas dengan mutu lebih rendah yang menyebabkan harga semakin melonjak.
Setelaah
mawatnya Ii Nausuke bakufu berusaha mengendalikan krisis melalui kerja sama
dengan isatana, tetapi kekuasaannya beransur-ansur menurun. Sementara itu
perasaan anti orang asing menjadi lebih runcing. Clan Choshou menembak kapal
asing yang memalui selat Shimonsheki dan sebagai pembalasan, tempat
pertahanannya sendiri diduduki, sementara Clan Satsuma diserang di pasukan
Inggris di Kagoshima. Clan yang kuat ini cepat menyadari bahwa “mengusir orang
biadab” sebenarnya mustahil, tetapi terus bersihkeras dalam usaha pengusiran
sebagai cara untuk mempersulit kedudukan bakufu.
Clan Chosou pada mulanya menyerukan
kesetiaan pada kaisar dan pengusiran orang-orang asing, sementara clan Satsuma
menyerukan kerja sama antara istana dan bakufu. Tidak lama kemudian praksinya
meyerukan dijatuhkannya bakufu berkuasa dikedua clan tersebut, dan pada tahun
1866 kdua clan menandatangi perjanjian aliensi rahasia. Di istana, Iwakura
Tamomi dan bangsawan berpangkat rendah lainnya, berusaha mengeluarkan perintah
rahasia dari kaisar untuk menjantuhkan bakufu ketangan clan Satsuma dan Chosou.
Tetapi pada hari itu Shogun ke 15, Yoshinobu atas kehendaknya sendiri mengusulkan
pengembalian tampuh pemerintahan kepada istana. Ia melakukan ini sebagai hasil
peringatan yang disampaikan oleh penguasa clan tosa kepada bakufu yang
menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk menghindari campur tangan asing dan
untuk memelihara kemerdekaan Jepang, ialah dengan mengembalikan pemerintahan
langsung oleh kaisar secara damai. Istana menerima petisi Yosinogu dan
mengeluarkan pemerintah yang menyatakan pemulihan pemerintahan kasiar di tangan
kaisar Meiji ( tahun 1868).
2.4 Akibat
Pembukaan Jepang Bagi Bangsa Asing:
1.
Meluapnya
perasaan anti Shogun. Shogun dianggap lemah dan menjual tanah airnya kepada
bangsa asing.
2.
Memperkuat
gerakan pro-Tenno. Komei Tenno yang menolak untuk menandatangi perjanjian
Shimoda dianggapnya ornag kuat. Shogun harus mengembalikan kekuasaannya kepada
Tenno.
3.
Pemberontokan
Shatsuma dan Choshu (1863).
Keluarga Satsuma dan Choshu adalah Emuarga yang
paling anti shogun. Tindakan shogun itu (membuka Jepang) ianggapnya sebagai
penghinaan. Karena itu mereka membunuh bangsa-bangsa asing dan menyerang
angkatan laut Amerika Serikat di
pelabuhan Shimonoseki. Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Belanda kemudian
menyerang dan menduduki Shimonoseki. Satsuma dan Choshu menyerah dan insyaflah
mereka, bahwa asing tidak dapat tilak dengan senjata Jepang yang masih jauh
terbelakang terhadap barat itu.
4.
Meiji-Restorasi
(pengembalian kekuasaan Tenno kepada Meiji Tenno).
Setelah tahu bahwa bangsa barat tidak
mungkin ditolak dengan kekuataan senjata, maka Jepang memilih jalan yang sangat
bijaksana untuk menghindarkan diri dari penajajahan bangsa barat. Mereka
membuka tanahnya lebar-lebar sambil belajar giat cara-cara barat untuk
membangun negra.
BAB 3 PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Interaksi Jepang dengan bangsa Barat dimulai pada sekitar tahun 1543, dimana
kapal pedagang Portugis yang hendak pergi ke China mengalami musibah angin
topan sehingga kapal tersebut tenggelam. Namun, awak kapal Portugis itu
terdampar di Tanegashima, daerah selatan Kyushu dan diselamatkan oleh penduduk
setempat. Walaupun sebenarnya bangsa Barat sudah mengetahui keberadaan Jepang
sebelumnya melalui catatan Marcopolo, dengan hadirnya orang Portugis secara
tidak sengaja ini bisa dikatakan sebagai titik mula interaksi Barat dan Jepang
dimulai.
Seiring dengan berjalannya waktu keberadaan kristen dan bangsa barat
ditekan dan dikecam oleh pemimpin-pemimpin Jepang (termasuk Hideyoshi Toyotomi
1536 – 1598). Puncaknya adalah pada masa kepemimpinan Tokugawa Ieyasu yang
membuat perintah larangan yang sangat keras terhadap masuknya agama kristen
(1612). Dilanjutkan dengan peraturan pelarangan orang Jepang ke luar negeri
(1635). Kemudian, pada tahun 1639 dibuat peraturan pengetatan pengawasan dagang
dengan negara lain. Kebijakan isolasi ini disebut sebagai Politik Isolasi /
Sakoku.
2.
Pada tahun 1846 Amerika (Commodore
Biddle) mencoba membuka perdagangan dengan Jepang, tetapi gagal.
Pada tahun 1853, Commodore Perry, komandan dari Squadron Hindia Timur
dari Amerika Serikat masuk dengan 4 buah kapal perang di Teluk Yedo (Yokohama) membawa
surat dari Presiden Amerika yang ingin membuka hubungan dagang dengan Jepang
dan agar Jepang membuka pelabuhannya untuk bangsa asing. Bakufu memohon
pertimbangan dari istana dan dari istana dan para damiyo mengenai cara membalas
surat itu. Terjadi perselisihan paham antara mereka yang mendukung dibukanya
negara dan mereka yang menuntut supaya orang-orang “biadab” ini diusir. Tetapi
ketika Perry kembali dengan kapal-kapal perangnya pada tahun berikutnya mengancam
untuk minta jawaban, Bakufu menyerah dan perjanjian persahabatan antara Jepang
dan Amerika Serikat ditandatangani.
3.
Akibat Pembukaan
Jepang Bagi Bangsa Asing:
a.
Meluapnya
perasaan anti Shogun.
b.
Memperkuat
gerakan pro-Tenno.
c.
Pemberontokan
Shatsuma dan Choshu (1863).
d.
Meiji-Restorasi
(pengembalian kekuasaan Tenno kepada Meiji Tenno).
DAFTAR PUSTAKA
Sakamoto, Tako (terj.
Sylvia Tiwon). 1992. Jepang Dulu dan
Sekarang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Totman, Conrad. From Sakoku to Kaikoku. 1980. The Transformation of Foreign-Policy
Attitudes, 1853-1868. Monumenta Nipponica, Vol. 35, No. 1 (Spring), pp. 1-19. Sophia
University; Japan. http://www.jstor.org/stable/2384397 (diakses tanggal 11/09/2008)
Kazui, Tashiro and Videen, Susan Downing. 1982. Foreign Relations during the Edo Period:
Sakoku Reexamined. Journal of Japanese Studies, Vol. 8, No. 2 pp. 283-306. The Society for Japanese
Studies; Japan. http://www.jstor.org/stable/132341 (diakses tanggal 11/09/2008)
Surajaya, I Ketut. 1996. Pengantar Sejarah Jepang I. Depok: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia.
Sansom, George. 1974. A History of Japan: Volume 2 (1334-1615). Tokyo: Tuttle Publishing
Japan.
Soebantardjo. 1958. Sari Sedjarah jilid 1. Yogyakarta: Bopkri
id.wikipedia.org
http://www.sejarah.indah.web.id/2011/12/sejarah-awal-berdiri-negara-jepang.html,
Sabtu, 02 Maret 2013